Runtuhkan Insecure

Jika diri terkurung oleh dinding bernama insecure, lantas harus bagaimana diri ini menyikapi?

Insecure bukan penyakit, mungkin. Ini sesi keluh kesahku aja ya, sebagai insan yang seringkali dilanda insecure, alias kekhawatiran berlebih, alias merasa rendah diri, kadang kala menjerumus ke overthinking, sampai pikiran dan waktu tidur terganggu.

Sering aku meruntuhkannya selagi optimisme melambung. Tapi sering juga aku malah terjebak di dalamnya, dan membuat lesu tak bersemangat untuk melakukan apa pun.

Jadi ….

Sesi curhat kali ini, aku ingin menghempas insecure itu.

Ceritanya, aku mau ikut kompetisi menulis yang diadakan oleh salah satu platform milik penerbit besar di Indonesia. Tema yang ditawarkan itu sebenernya gue banget. Aku mau ambil tema sesuai dengan tulisanku, yaitu about pre-marriage atau marriage life.

Tapi setelah aku umumkan di instagram, kayaknya karya baruku ini gak bikin para pembacaku antusias. Haha. Oke itu asumsiku. Banyak asumsi yang bermain di kepalaku sehingga bikin aku insecure. Misalnya, tema yang aku angkat atau cerita yang bakal aku bikin itu, seputar taaruf lagi. Sebenernya, ini kesempatan terbesarku untuk menulis kisah taaruf syari– yang gak banyak orang di luar sana tahu. Makanya, targetku cukup besar, yaitu menang — entah juara 1, 2, atau 3, yang penting menang dan bisa terbit cetak. Aku pengen kisah taaruf syari ini bisa mejeng di toko buku besar. Makanya, aku membutuhkan optimisme besar, juga kepercayaan diri tinggi. Aku pengen salah satu ceritaku terbit dan bisa kupeluk. Jadi, wajar bukan kalau aku menulis cerita yang sejenis dengan cerita sebelumnya yang pernah terbit di platform. Karena platform tempatku menulis kisah yang serupa agak susah menerbitkan dalam buku cetak. Apalagi kisah taaruf itu aku taruh di judul yang gak nyambung, karena masuk ke musim dua.

Ya ampun, bahkan nulis keluh kesah ini aja bikin bingung. Mungkin ya, aku masih mengharapkan pujian manusia. Astaghfirullah ….

Aku cuma mau afirmasi positif diriku. Aku bisa nulis apa pun yang aku mau. Aku menulis karena ada misi di belakangnya. Aku menulis dengan misi dakwah. Dalam doa sepertiga malamku, aku meminta kepada Allah supaya aku diberikan kekuatan dan petunjuk untuk menuliskan kisah yang bermakna dalam rangka dakwah. Mudah-mudahan Allah bentangkan jalannya. Semoga Allah juga berikan hasil yang terbaik. Maka aku akan persiapkan tulisanku yang terbaik, dengan segala ilmu yang telah aku miliki. Semoga aku selalu menundukkan hati, dan meluruskan tujuan dan niatku hanya untuk-Nya.

Bismillah ….